Siaran Pers Audiensi SIGAB dengan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) tentang Akses Jaminan Kesehatan Masyarakat bagi Difabel

Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB), organisasi swadaya masyarakat yang bergerak di bidang hukum dan disabilitas bersama empat organisasi difabel di Yogyakarta melakukan audiensi dengan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terkait jaminan kesehatan masyarakat untuk difabel pada Selasa, 20 Agustus 2013 pukul 10.00 WIB. Empat organisasi yang bergabung dalam diskusi audiensi ini di antaranya adalah Persatuan Penyandang Cacat Kulon Progo (PPCKP), Persatuan Penyandang Cacat Sleman (PPCS), Wahana Keluarga Cirebal Palcy (WKCP), Forum Peduli Penyandang Disabilitas Bantul (FPDB), Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia). Audiensi yang bertempat di Kantor ORI Jalan Tentara Zeni pelajar Nomor 1A Pingit Kidul, Yogyakarta ini adalah tindak lanjut dari diskusi perwakilan penyandang disabilitas yang sudah dilaksanakan pada tanggal 26 Juni 2013 lalu.
Kerentanan difabel terhadap kesehatan terkait dampak gangguan kecacatannya maupun kesehatan tubuh jasmaninya menuntut pemerintah memasukkan komunitas difabel dalam target program jaminaan kesehatan masyarakat. Diskusi ini akan mengarah pada urgensi penyelesaian permasalahan kesehatan difabel melalui Jamkesmas dengan langkah-langjah finalisasi database penyandang disabilitas di Yogyakartan dan penyusunan kronologi kasus terkait disabilitas dan akses jaminan kesehatan.
Dari data yang diperoleh organisasi disabilitas di lima kabupaten di Yogyakarta (Sleman, KulonProgo, Bantul, Kota, dan Gunung Kidul) jumlah data difabel yang belum memiliki akses jaminan kesehatan di antararanya Kabupaten Sleman sejumlah 902 jiwa, Kabupaten Kulonprogo sejumlah 361 jiwa, Kabupaten Gunung Kidul sejumlah 171 jiwa, Kabupaten Bantul sejumlah 654 jiwa, Kota Yogyakarta sejumlah 98 jiwa, 17 jiwa dari Sleman dicabut kartu kepesertaannya dengan alasan pemerataan. Banyaknya difabel yang belum memiliki akses jaminan kesehatan tersebut masih menemui kendala terkait indikator kemiskinan yang menjadi persyaratan kepesertaan Jamkesmas yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Indikator tersebut tidak relevan dengan difabel yang memerlukan pengeluaran lebih besar dari nondifabel.
Masalah lain yang diangkat dalam audiensi ini di antaranya kebijakan yang tidak berperspektif difabel, birokrasi yang berbelit belit dalam kepertaan maupun layanan rumah sakit, minimnya aksesibilitas fisik maupun nonfisik, dan minimnya informasi tentang jaminan kesehatan tanpa mekanisme complain yang jelas.
Oleh karena itu, dalam agenda diskusi dan audiensi dengan ORI ini gabungan organisasi yang bergerak dalam isu disabilitas di Yogyakarta mengajukan permohonoan terkait:
a. Verifikasi data penyandang disabilitas yang sudah disusun dan disipkan dalam data kepesertaan jaminan masyarakat supaya penyandang disabilitas dapat mengaksis layanan jaminan kesehatan masyarakat tanpa diskriminasi
b. Adanya reviu Perpres Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan terkait disabilitas menjadi salah satu prasayarat kepesertaan jaminan kesehatan tanpa harus dibatasi indikator kemiskinan dari BPS
c. Pemberian akses layanan jaminan kesehatan bagi anggota keluarga yang menjadi tanggungan difabel sebagai keluarga.
Agenda diskusi dan audiensi ini adalah salah satu langkah untuk memperjuangkan hak kesehatan difabel sesuai dengan pasal 19 ayat 2 Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Produk hukum tersebut mengatur jaminan sosial dengan prinsip ekuitas, bahwa “jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas” dan “Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.”