Desa Inklusi dan Peluangnya dalam Implementasi Undang-Undang Desa

Sigab.or.id, Yogyakarta- “Desa adalah subyek pembangunan. Undang-Undang Desa memberikan peluang partisipasi dan emansipasi seluruh warga masyarakatnya, termasuk difabel” ungkap Arie Sujito, Minggu (24/4) lalu di Jogja National Museum (JNM) dalam rangka diskusi “Peluang Desa Inklusi dalam Implementasi Undang-Undang Desa.
Nuryanto, kader difabel desa dampingan Program Rintisan Desa Inklusi dari Wahyuharjo, Kulon Progo , mengamini hal tersebut. “Difabel sekarang harus memanfaatkan ruang tersebut untuk berpartisipasi dalam Musrenbangdes (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa),” tutur laki-laki yang juga bagian dari organisasi difabel kecamatan lendah, Cahaya Mandiri, ini.
Diskusi yang diselenggarakan oleh Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB) dalam rangkaian Jagongan Media Rakyat (JMR) ini mengangkat peluang dan strategi Rintisan Desa Inklusi untuk mengimplementasikan Undang-undang 6 tahun 2014 tentang Desa.
“Difabel bagian dari kelompok rentan yang jarang diperhatikan, apalagi difabel yang ada di desa. Data difabel yang dimiliki pemerintah desa sering tak cocok. Di pendataan yang sebelumnya, hanya ada 80 difabel di desa Sidorejo, setelah kami data ulang dengan metode pendataan yang lain, jumlahnya ada 364,” ungkap Wahyu Adi Nugroho, difabel daksa yang juga dukuh di Dusun Senden, Sidorejo, Kulon Progo.
“Problem difabel bukan merupakan problem kelompok, seharusnya menjadi problem seluruh perangkat dan masyarakatdesa . Difabel harus berpartisipasi dalam tiap proses pengambilan kebijakan tingkat desa dari mulai perencanaan sampai evaluasi. Keberpihakan aparat desa juga harus ditunjukan dengan adanya redistribusi resources bagi kelompok difabel,” ujar Arie Sudjito, dosen jurusan Sosiologi Universitas Gadjah Mada sekaligus aktivis yang mengawal perjalanan UU Desa ini.
“Perubahan sosial akan terjadi bila mulai mengumpulkan kemenangan-kemenangan kecil di tingkat desa,” pungkas Arie. (diambil dari solider.or.id)